Pria pujaanku
Wahai pria pujaanku yang berjalan sendiri entah kemana.
Hanya gelapnya malam dan rembulan yang menemani.
Berjalan tanpa arah, tiada henti, tiada pasti.
Satu dua Tirta telah keluar dari mata indahnya.
Menghantarkan emosi yang terkubur di dalamnya.
Terdengar suara pintu hatinya terkunci.
Akibat ulah khalayak insan yang tak berhati.
Merobek hati bagai kertas tak bernyawa.
Menginjak bagai jalan tak berdosa.
Ku lihat dibalik tawamu terdapat tangis dan rintihan.
Dibalik candamu kau terluka dan kesepian.
Aduhai, pria pujaanku.
Seandainya, engkau punya perisai bertajuk penafikan.
Umpamanya, waktu berulang untuk berkata tidak.
Kau tetap membeku dalam ketaksaan.
Pakanira telah tutup gapura penghujung kata.
Ku tau dirimu sudah rusak, hancur, nan runtuh karenanya.
Belah terbelah, kembali pun tak akan bisa.
Namun, wahai cucu Adam yang sedang merapuh.
Ingatlah bahwa kau tak sendiri.
Kini aku bersamamu.
Berbagilah tangis dan tawamu padaku.
Hingga akhirnya kita berdua berhasil melaluinya dan berbahagia
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.