TENTANG MENYERAH - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


TENTANG MENYERAH

BY: SALSABILA ATRISIA CAHYANI  ⠀ ⠀ ⠀

 ⠀ ⠀ ⠀ ⠀

 ⠀ ⠀ Namanya Ghaniska. Ghaniska Abinaya — begitu sekiranya lafal asma yang diberikan oleh ayah dan ibunda. Lahir di warsa dua ribu bulan November, pemuda ini lebih akrab disapa Ghanis. Parasnya apik, apalagi ketika ia menyunggingkan senyum sehingga membentuk lengkungan kurva pada aksanya. 


 ⠀ ⠀ Sebagian harsanya adalah dance. Namun acapkali buana menolak mimpi sang puan, andam karam sudah mimpinya. Nestapa dihatinya lantas tak membuat asanya turun, dengan gigih ia berusaha meraih mimpi. Sedikit demi sedikit, mimpinya hampir terwujud. Namun, sayang seribu sayang, saat itu buana sangat mala kepadanya. jikalau ada yang bertanya, ""Bagaimana mimpimu?"" maka sang puan akan menggeleng dengan sorot iris mata kelabu.


 ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀                                                    

 ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ***


 ⠀ ⠀Suara pintu dibuka, aku menoleh, ternyata itu Mentari, temanku. ""Halo, ada cerita apa hari ini?"" Ia bertanya sembari memamerkan deretan giginya yang indah. Aku tersenyum.


 ⠀ ⠀ Mentari itu baik, baik sekali. Salah satu temanku yang paling aku sayangi. Tingginya semampai, wajahnya elok nan rupawan, pokoknya indah dipandang! Persistensinya dalam meraih nilai dalam coretan kertas ujian sangat patut di acungi jempol. Hari ini ia datang lagi, membawa tas kantong berisi buah pisang dan jeruk yang sepertinya ia beli dari pedagang kaki lima di depan rumah sakit. Setiap hari Sabtu saat jadwal sekolah libur Mentari suka datang kesini, hanya untuk sekedar menemani aku mengobrol dan kadang membicarakan kelakuan dokter aneh yang suka marah marah ketika memeriksa kondisi pasiennya.


 ⠀ ⠀ Kalimat pertama yang ia lontarkan saat selesai membuka pintu dan menatap wajahku adalah ""Ada cerita apa hari ini?"" Sangat menggemaskan, itu yang aku tunggu-tunggu. Menceritakan semua ceritaku kepadanya dan ia akan memberi respon yang menyenangkan. Kali ini aku cerita bahwa kondisiku akhir-akhir ini kurang baik. Pergelangan kakiku masih sedikit susah digerakkan. Mendengar itu Mentari murung, meskipun lima detik kemudian ia tersenyum kembali. Aku sempat memperhatikan perubahan raut wajahnya. Mentari menggenggam erat tanganku, menatapku dengan mata eloknya lalu mulai berbicara kata-kata penyemangat. ""Ghan, jangan sedih ya, lo pasti sembuh. Percaya sama gue deh, intinya lo jangan putus asa, ada gue disini. Kita bangkit bareng, ya?""


 ⠀ ⠀ Aku menghela nafas, anak ini sungguh pantang menyerah. Bahkan jika aku yang memiliki peyakit sudah ingin menyerah, Mentari akan tetap disini. Menyemangatiku untuk tetap semangat, berjuang untuk sembuh. ""Sampai kapan?""


 ⠀ ⠀ Mentari menoleh, mengerutkan dahinya sembari menatapku. ""Apanya?"" Aku memutar kedua bola mataku malas. ""Sampai kapan lo mau nyemangatin gue? Gue hampir nyerah, Tar.."" 


 ⠀ ⠀ Ada sorot mata kasihan yang aku lihat dari matanya. Aku jadi tidak enak, berkali-kali aku merepotkan gadis ini. ""Ghan, jangan ngomong gitu dong, masa mau nyerah aja. Inget-inget kenapa awalnya lo mau ngelangkah sejauh ini, pertahanin."" Aku terkesiap, gadis ini benar-benar bisa membangkitkan semangat seseorang. 


 ⠀ ⠀ Waktu demi waktu pun berjalan dengan cepat, jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Mentari berpamitan pulang kepadaku. ""Ghanis, gue pulang dulu ya, jangan nyerah. Inget kata gue!"" Itu omongan terakhir dia sebelum pergi dari rumah sakit tempat aku menginap. 


 ⠀ ⠀ Mentari sudah pulang. Ruangan ini sepi kembali. Bunda katanya kesini nanti tengah malam ketika sudah menyelesaikan pekerjaannya. Orang tua selalu sibuk. Tapi harap dimaklumi saja, mereka pun bekerja keras untuk sesuap nasi demi anak-anaknya. Akan aku sedikit ceritakan tentang ayah dan bunda. 


 ⠀ ⠀ Ayahku seorang Arsitek. Kerjanya lembur terus, jarang sekali beliau di rumah. Jikalau di rumah pun pasti akan menyelesaikan pekerjaannya juga. Berkutat dengan kertas kertas yang tak aku mengerti. Sekarang kita beralih bicara tentang bunda, beliau sosok yang paling aku kagumi. Meskipun aku akui, ayah lebih keren tapi aku lebih kagum kepada bunda. Bundaku rupawan, yang paling aku sayangi. Bundaku bekerja sebagai karyawan swasta pada umumnya. Beliau adalah karyawan yang paling dipercayai oleh atasannya. Jangan heran, bundaku adalah seseorang yang bisa memegang kepercayaan. Beliau senantiasa menasihatiku tentang hal ini. 


 ⠀ ⠀ Omong-omong, aku sudah berada di rumah sakit ini sejak satu bulan lalu. Semenjak kejadian pentas seni bulan itu, kakiku terpelintir. Mungkin tak cukup pemanasan, mengingat waktu itu pentas seni dimulai sepuluh menit setelah aku datang. Aku menyesal kenapa tak memasang alarm sehingga berakhir seperti ini. Mungkin saja kakiku bisa sembuh dengan cepat, tetapi aku seringkali menghiraukan ucapan dokter dan tidak meminum obat-obatan yang beliau beri. Aku merasa bersalah kepada ayah dan bunda yang telah senantiasa membiayai biaya berobatku. 


 ⠀ ⠀ Pikiran ingin menyerah itu acapkali datang, memasuki pikiranku lalu mengucapkan kalimat-kalimat buruk. Dan aku benci itu. Itulah alasan mengapa aku selalu merenung dan mengabaikan obat-obat yang dokter beri. Aku suka dance. Itu dimulai sejak usiaku 7 tahun. Waktu itu aku masih kelas pertama di bangku Sekolah Dasar. Aku menonton pentas seni di lapangan balaikota bersama dengan ayah dan bunda. Melihat beberapa pemuda tampil dengan sempurna di atas panggung, membuatku ingin merasakannya juga. Rasa percaya diri untuk membuat penonton terpukau dengan gerakan elok yang mereka buat. 


 ⠀ ⠀ Aku memberi tahu ayah dan bunda, mereka tersenyum dan menyuruhku mengikuti kelas dance setiap hari Sabtu dan Minggu. Aku mengikutinya dengan rutin, merasa senang karena selain itu bisa bertemu dengan teman-teman yang mempunyai mimpi sama sepertiku. Namun sepertinya dunia tak berpihak kepadaku. Daya tahan tubuhku lemah, aku seringkali merasa lemas ketika latihan berlebihan. Kepalaku pusing, itu membuat konsentrasiku hilang dan akan membuatku celaka. 


 ⠀ ⠀ Berkali kali aku mengalaminya, hingga saat ini yang kesekian kali. Aku menghembuskan nafas. Mencoba mengingat setiap ucapan semangat yang Mentari berikan. Tanganku mencoba untuk membuka laci meja di sebelah bed tempat aku menginap untuk mengambil obat-obatan yang belum sempat aku minum tadi. Meneguknya dengan segelas air, lalu mencoba meyakinkan diriku sendiri. Aku sangat hebat, aku sangat luar biasa. Berkali-kali terjatuh tapi hingga saat ini masih tetap terus berdiri. Maka dari itu ""Aku tak akan menyerah!"" Ucapku dengan tegas."


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.