https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html
Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
"Penyusup Negeri
Karya : Siti Rofi’ah
Dunia luar merambat pelan
Menerobos merah putih perlahan
Menelusup melalui sayap Garuda kiri dan kanan
Menjelajah, mengarungi lautan
Tersebar merata dari utara hingga selatan
Tertampak lebih menawan
Lantunan yang lebih mengasyikkan
Pemeran luar yang kau anggap tampan
Anggap sukamu telah terpenuhi dunia luar
Hingga kau lupa bahwa Indonesiamu punya segalanya
Kau lebih memilih yang menawan dari yang ramah lingkungan
Produk sendiri kau jatuhkan
Produk luar negeri kau sanjung sanjungkan
Kau lebih memilih yang mengasyikkan dari yang menyejukkan
Jedag jedug lebih sering didengar dari gamelan
Kau lebih bangga pada yang tampan dari yang berkorban
Mereka yang membawa merdeka Indonesiamu
Hanya terlintas satu dua waktu
Sedang kau sanjungkan slalu manusia yang bahkan tak pernah menginjakkan kaki di negaramu
Kau buat Indonesiamu miskin kasih sayang
Ingatlah!
Indonesiamu bukanlah negara yang tak bertuan
Kau adalah pemilik negara ini
Siapa lagi yang akan menghargai Negara kesatuan republik Indonesia jika bukan pemiliknya??
Tak usah sertakan angka dan aksara
Karena bangsamu tak butuh nominal harta
Bangsamu juga tak butuh serat cinta
Tapi Indonesia butuh rasa dan bentuk nyata
Bukti kecintaan pada sang Indonesia
Tak mengenal tua dan muda
Seluruh kalangan haruslah sama citanya
Tanamkan pada dirimu
Bahwa Indonesia sekarang bukan hanya butuh kemerdekaan
Tapi juga butuh cinta dan penghargaan
Sanjungan serta pengorbanan.
Muda Sebatangkara
Karya : Siti Rofi’ah
Mentari mulai menampakkan sinarnya
Mulai menyamarkan embun
Pada beberapa helai dau
Menusuk lapisan bening di sisi bangunan
Hingga sampai pada sepasang kelopak
Semburat itu mengusap halus seorang gadis
Gadis mungil nan manis
Yang masih terhanyut dalam lelapnya
Sepintas ada beribu harap tertampak diraut wajahnya
Raja siang semakin menjulang
Hingga melebur mimpi pemiliknya
Ia angkat beban tubuhnya
Lalu menyemayamkan sepasang telapak
Pada lantai berubin
Sekejap ia netralkan pandangnya
Keadaan masih tak berbeda
Masih tetap sama
Sebagaimana ia abaikan petang tadi
Tak ada yang menyambut esoknya
Tak ada segaris senyumpun membelai pandangannya
Yang setidaknya bisa menggunggah semangatnya
Ya, tanpa itu semua
Seorang gadis masih tetap hidup
Langkah, langkah, dan langkah
Mengantarnya pada sebuah kamar kecil
Air sejuk mengguyur tubuhnya
Bersiap, bersiap, dan bersiap
Siap sudah ia memulai harinya
Meski jika memang pantas, ia akan berujar
""Aku tak ingin hidup seperti ini!""
Nestapa
Karya : Siti Rofi’ah
Ruang sepi ditepi ulu hati
Seakan berdiri seorang bersama sunyi
Yang sedang menetralkan rasa, untuk bisa bercerita
Inilah, ruang berdebu yang ternoda oleh rindu
Teringat tentang dahulu
Ketika tak pernah tersematkan rindu
Sepi akan rasa sendu
Apa lagi hingga diri tersedu
Terlihat seorang menikmati sekuntum sayu
Isak tak henti bagai hujan bulan ini
Jika hujan berakhir pelangi
Apakah isaknya terhenti oleh bahagia yang kembali?
Teringat kicau jenakanya......
Pada kalanya memang pantas ditertawakan
Tapi kini hal itu menyakitkan
Serat digital menyayat menambah air berlelehan
Tatap kosong namun penuh bayangan
Silih berganti terputar fakta yang tak aktual
Peristiwa dahulu membuat diri tertampar
Apa yang perlu dibanggakan?
Kini saatnya mengikhlaskan, melupakan,
Dan jika perlu gerakkan pergantian.
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.