https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html
Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:
Pencipta atau yang diciptakan
Dibuat oleh: Novita Muammaroh
Malam ini adalah malam bersejarah bagiku. Malam dimana berakhirnya kisah cinta yang ku alami. Kisah dimana aku dan dia tak bisa bersatu. Kami terhalang sebuah perbedaan, dimana kita harus memilih antara jodoh atau tuhan. Dan pada akhirnya aku dan dia memilih untuk tetap pada kepercayaan masing-masing dan mengikhlaskan semuanya.
Aku menatap dua orang berlawanan jenis yang sedang menyambut tamu mereka dalam acara pernikahannya. Dia Samuel sahabatku sekaligus cinta pertamaku dan Nadira Sepupuku. Aku sesekali mengingat masa-masa saat kita menghabiskan waktu bersama tanpa memikirkan konsekuensinya. Tiba-tiba sesorang menepuk pundak ku pelan, ternyata Axel. Dia juga sahabatku dan Samuel, sekaligus tunanganku.
Tahun 2015
Aku, Samuel dan Axel adalah sahabat sejak SMP. Kami tumbuh bersama-sama layaknya saudara. Tapi siapa sangka dalam persahabatan kita tumbuh sebuah rasa, tepatnya cinta segitiga. Tapi kami tak pernah mengutarakannya, karena kami takut jika persahabatan kita akan berakhir.
Aku menyukai Samuel begitupun juga dengan dia. Kami tak pernah mengatakannya, karena kami tahu jika kita tidak akan mungkin bersama. Kita seamin tapi tak seiman. Hingga ada seseorang yang memasuki hubungan persahabatan kita. Dia sepupuku Nadira.
Nadira adalah anak dari tanteku yang ada di Jakarta. Dulu tanteku adalah nonis setelah dia berpacaran dan menikah dengan seorang pemuda muslim akhirnya dia menjadi mualaf.
"" Kira, kayaknya aku suka deh sama Samuel,"" kata Nadira tersenyum manis.
Aku sedikit terhenyak dengan ungkapan Nadira. "" Lo kenal sama dia?"" Tanyaku.
"" Waktu pertama kali masuk sekolah, aku ngga sengaja ketabrak dia waktu dia lari. Terus dia minta maaf sambul bantu aku berdiri. Pas tau kalo Samuel sahabat kamu, jadi aku cerita sama kamu buat bantu aku deket sama dia. Mau ya?"" Dengan antusias Nadira menceritakan awal pertemuannya dengan Samuel.
Saat mendengar cerita Nadira dadaku sedikit sesak, kami mencintai orang yang sama. Melihat senyum cerah yang tercetak jelas di wajah Nadira aku tidak tega mengatakan bahwa aku mencintai Samuel.
"" Gue bantu sebisa gue,"" aku menganggukkan kepalaku dengan tersenyum pada Nadira.
Hari ini Aku berangkat ke sekolah dengan Axel, dia menjemputku. Kami berjalan beriringan sesekali berbicara ringan. Aku dapat melihat Samuel yang berdiri di depan kelas menunggu seseorang, sudah pasti dia menungguku dan Axel.
"" Heh! Kok kalian berangkat bareng?"" Tanyanya dengan nada mengintrogasi.
"" Gue dijemput sama Axel,"" jawabku enteng.
Samuel sudah kembang kempis di buatnya, karena seharusnya yang menjemput Sakira adalah dia.
"" Kalo lo mau dijemput bilang sama gue, biar gue yang jemput,"" kata Samuel.
"" Enggak ah, gue mau sama Axel,"" aku menjulurkan lidahku tanda mengejek.
"" Rasain di tolak,"" ejek Axel lalu dia menggandeng tanganku masuk ke dalam kelas.
•••
Aku baru saja keluar dari gerbang sekolah. Niatnya aku ingin pulang tapi setelah melihat Samuel dengan motornya berhenti di depan ku, rasanya aku ingin pergi. Aku sedang belajar untuk terbiasa tanpanya. Biasanya dia yang menjemputku dan mengantarkanku pulang sekolah. Tapi setelah mengingat ucapan Nadira yang menyukai Samuel, aku akan belajar mengikhlaskannya.
"" Ayo ra. Gue anter pulang kayak biasanya,"" ajak Samuel yang duduk di atas jok motornya tersenyum lebar.
Sejujurnya aku ingin sekali duduk di bonceng Samuel untuk yang terakhir kalinya. Tapi saat melihat Nadira berjalan menghampiriku, aku urungkan niatku.
"" Nadira, lo pulang sama siapa?"" Tanyaku pada Nadira yang berdiri di sampingku.
"" Aku nunggu Pak Agus, tapi katanya dia
nggak bisa jemput,"" jawabnya lesu.
Aku khawatir jika membiarkan Nadira pulang sendirian. Ditambah lagi dia baru di Bandung beberapa hari, jadi aku takut terjadi apa-apa dengannya. Sepertinya tuhan berpihak pada Nadira di saat-saat seperti ini orang yang dia sukai ada di depannya.
"" Sam gue mau ketemu sama temen, jadi gue minta tolong anterin Nadira pulang ya?"" Pintaku pada Samuel.
Dapat aku lihat Nadira tersenyum tipis pertanda senang. "" Katanya lo sahabat gue,"" bujuk ku.
Mau tak mau Samuel menuruti permintaan Sakira. Asalkan Sakira senang apapun dia lakukan.
"" Oke fine,"" putusnya. "" Ayo naik dir,""
Samuel mempersilahkan Nadira untuk naik ke motornya.
Setelahnya motor Samuel melaju meninggalkan gerbang sekolah. Aku menatap kepergian mereka berdua dengan tersenyum tipis. Mulai saat ini aku akan belajar mengikhlaskan sesuatu yang tak akan mungkin pernah bisa aku miliki.
Kami bertiga sedang berada di bengkel yang kami bangun bersama. Bisa dibilang aku tomboy. Memiliki sahabat laki-laki tidak menutup kemungkinan tingakhku seperti laki-laki. Kami bertiga sedang memperbaiki motor pelanggan sesekali berbincang ringan.
"" Minggu kita ke puncak yuk,"" ajak Samuel yang sedang memasang ban motor.
Aku dan Axel saling pandang. "" Gue nggak bisa, Sam. Gue kan ke Gereja sama Axel juga.""
Samuel tersadar bahwa kami bertiga berbeda. "" Jum'at gantian gue yang nggak bisa,"" katanya.
Beberapa saat seorang perempuan berkerudung memasuki bengkel kami. Ternyata Nadira. Aku lalu menghampirinya dan memastikan dia datang dengan selamat. Dia datang membawa makan siang untuk kami, Samuel pergi ke belakang untuk mengambil air minum. Nadira yang melihat itu lantas mengikutinya.
"" Samuel, ini buat kamu,"" Nadira memberikan makan siang yang dibawa khusus untuk Samuel.
"" Thanks dir,"" ucap Samuel.
Setelahnya Nadira kembali kedepan dan berpapasan denganku yang ingin mencuci tangan. Aku melihat Samuel yang memegang sebuah kotak makan. Aku yakin Nadira datang ke sini untuk bertemu dengan Samuel.
"" Sepupu lo baik banget, ra,"" katanya.
"" Emang. Awas aja kalo lo nyakitin dia,"" ancamku.
"" Tunggu-tunggu, nyakitin apaan. Deket aja engga,"" Samuel menaruh kotak makan itu di atas meja.
Aku berjalan menuju keran air mencuci tanganku. "" Nggak peka banget si lo, Nadira itu suka sama lo.""
Aku membalikkan badanku menatap Samuel. "" Jadi, gue harap lo nggak nyakitin Nadira, Sam,"" pintaku.
Saat aku ingin melangkah pergi Samuel mencekal pergelangan tangaku. "" Biarpun gue ngga main fisik, dia bakal tetep tersakiti, ra. Karena gue nggak cinta sama dia, gue cinta sama lo,"" kata Samuel bersungguh-sungguh.
Aku tersentak mendengar ungkapan Samuel. "" Cinta bakal datang karena terbiasa, Sam,"" kataku memberi pengertian pada Samuel.
"" Ra, gue cinta sama lo, gue sayang sama lo,"" Samuel berjongkok menatapku.
"" Kita beda Sam. Kita seamin tapi nggak seiman,"" suaraku mulai parau bersamaan air mata yang mulai menetes.
"" Gue pengen jadi suami lo, gue bakal pindah agama,"" ucap Samuel memegang telapak tanganku.
"" Lo gila! Gue nggak bisa, Sam,"" tolak ku. Aku tak akan tega merenggut Tuhannya dengan begitu mudah.
"" Kurang apa lagi ra?!"" Samuel berdiri menangkup wajahku. Aku dapat melihat Samuel pertama kalinya menangis.
"" Gue sayang sama lo. Gue nggak mau lo pindah!"" Tolak ku lagi.
"" Sam, Nadira sayang sama lo. Kalian seamin juga seiman. Lo sayang sama gue kan? Terima Nadira ya?"" Pintaku melepaskan tangannya dari pipiku dan menggenggamnya.
"" Gue nggak bisa ra,"" Samuel menggelengkan kepalanya.
"" Ikhlasin gue, begitupun sebaliknya gue bakal ikhlasin lo,"" ucapku tersenyum.
Lalu aku meninggalkan Samuel yang meneteskan air matanya.
Tanpa aku sadari Nadira mendengar percakapan ku dengan Samuel. Dia membekap mulutnya menahan suara tangisnya.
Aku berjalan meninggalkan dapur sambil mengusap air mataku yang terus mengalir tanpa henti. Ini adalah akhir dari perasaan yang selama ini aku pendam. Dimana aku berhasil mempertahankan kepercayaannya mengorbankan perasaanku. Aku tak akan menyesali pilihanku, karena aku tahu akhir seperti ini akan terjadi.
""Terkadang Tuhan hanya mempertemukan bukan mempersatukan.""
-Selesai-"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.