https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html
Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:
"Obsesi
Yukino Amakura
“Hu-uh. Dimana aku?” Sebersit cahaya masuk ke retinaku, silau sekali.
“Kau sudah sadar, Detektif Hotaro? Atau sebaiknya kupanggil kakak?” Suara yang dingin dan kejam, tapi tidak asing. Ketika aku membuka mata, aku melihat sosok yang sangat kukenal duduk di kursi dan menatapku seperti singa memandang buruannya yang terkapar tak berdaya
“Shina… Kenapa kau-“ Kepalaku kembali berdenyut. Aku mencoba menggerakkan tubuhku, tapi gerakan itu justru menyiksa lenganku yang terikat. Perfect. Luka di kepala, tangan terikat, tempat antah berantah, pikirku gusar.
“Bukankah wajar aku ingin menghilangkan penyusup? Aku ingin sedikit menguji kemampuanmu, kak. Kau kan detektif terkenal, Kak. Menurutmu, kau kubawa kemana?” tanya Shina santai.
Aku mengedarkan pandangan. “Dari luar seperti terdengar debur ombak. Ruangan berhawa lembap ini pasti ruangan bawah tanah, kan? Kutebak kau membawaku ke laboratorium rahasiamu, lab bawah laut di sebuah pulau rahasia.”
“Kau memang jenius, kak. Nah karena kita tidak punya waktu banyak, akan kupertunjukkan hasil penelitianku selama ini, tutur Shina tenang. Dia berdiri lalu menekan sebuah tombol. Dari atas langit-langit, muncul dua buah tabung transparan yang isinya suskes membuatku mual.
“Catrina…Yoshi… Jadi kau yang menculik mereka? Kenapa Shina? seruku tercekat. Keadaan Catrina dan Yoshi sungguh mengenaskan. Tubuh mereka dipenuhi ornamen robot dengan bekas jahitan yang memerah. Jelas sekali mereka dioperasi hidup-hidup.
“Inilah hukuman bagi siapa pun yang berani menentangku, kak. Lihatlah, kak. Aku berhasil membuktikan bahwa modifikasi manusia itu layak dilakukan. Dengan ini, aku akan memenangkan konferensi sains itu. Kau juga akan bernasib sama, Kak. Bersyukurlah tubuhmu bermanfaat untuk sains,” tutur Shina panjang lebar. Laki-laki itu berdiri lalu mengambil sebuah bilah bersinar dan mendekatiku dengan senyum simpul.
Crap
***
Tiga Hari Sebelum Kejadian
“Detektif Yamaguchi?” Di hadapanku berdiri sesosok gadis dengan ekspresi wajah kebingungan.
“Benar. Kau Catrina, kekasih adikku, kan?” ucapku memastikan setelah mempersilakan gadis di hadapanku duduk.
Catrina mengangguk lalu dia menarik nafas panjang dan mulai bercerita. “Aku merasa tidak mengenal Shina yang biasanya. Memang dia agak pemarah, tapi sikapnya benar-benar berubah belakangan ini. Dia benar-benar tenggelam dalam obsesinya demi memenangkan konferensi sains tahunan,” tutur Catrina sedih.
“Apa yang sedang dilakukan adikku itu?” tanyaku menyelidik. Aku tahu kami kembar, tapi karena suatu hal, aku tidak dekat dengan adikku itu.
“S-Shina sedang menjalankan proyek humanoid. Dia bilang proyek ini dapat menjadi terobosan baru dunia medis,” jawab Catrina ragu-ragu
“Humanoid? Bukankah proyek itu dilarang?” ujarku kaget.
Catrina mengangguk. “Proyek itu memang sempat dilarang, tapi Shina berhasil membujuk dewan sains dan akhirnya diizinkan dengan syarat eksperimennya harus berhasil. Baru kali ini ada yang ingin mengubah manusia menjadi setengah robot, karenanya sulit menemukan subjek penelitiannya.”
Aku mengangkat sebelah alisku, tertarik mendengar ceritanya. Catrina terlihat ragu-ragu sebelum akhirnya berkata, “Aku rasa Shina sengaja mengorbankan manusia sehat menjadi kritis agar dia bisa mendapat pembuktian eksperimennya.”
Aku tersentak kaget mendengar penuturan Catrina barusan. “Apa kamu yakin, Catrina?” tanyaku lagi.
“Saat membersihkan ruangannya, aku tidak sengaja melihat file rahasia dari flashdisk hitam. Isinya surat perjanjian kerja sama Shina dengan panti asuhan yang ternyata berafiliasi dengan pedagang gelap human trafficking. Kurasa aku akan bernasib sama dengan Yoshi,” ucap Catrina terisak.
“Apa yang terjadi dengan Yoshi, Catrina? Yoshi itu partner kalian di lab, kan?” tanyaku lagi.
“Iya. Firasatku mengatakan Yoshi diculik oleh Shina. Shina pernah bilang dia tidak suka dihalangi. Saat awal Shina mengajukan ide itu, aku dan Yoshi menentangnya. Apalagi Shina tahu aku membaca file itu,” sahut Catrina, suaranya bergetar ketakutan.
Aku reflek memeluk Catrina. “Tenanglah. Aku akan menghentikannya dari obsesi gilanya. Karena aku adalah kakaknya,” bisikku menenangkan.
Malam Hari Sebelum Kejadian
Usai menghampiriku, Catrina mendadaknmenghilang. Nomornya mendadak tidak aktif padahal dia berjanji akan terus mengontakku. Aku mencoba menghubungi adikku tapi dia selalu mengelak. “Dia kekasihku. Hubunganku tidak ada urusannya denganmu, Kak. Jangan ikut campur,” peringat Shina dengan tatapan yang sulit kuartikan. Entahlah, marah, sedih, kecewa campur aduk.
Perkataan Catrina membuatku tertarik menyelidiki adikku. Aku berhasil menyelinap masuk ke ruang kerja Shina. Untunglah dia sedang di luar. Aku mengamati ruangan yang dipenuhi berkas dan peralatan laboratorium itu. Mataku tertuju pada benda kecil yang menempel di komputer. Shina, apa yang sebenarnya kau lakukan? gumamku. Aku bergegas menduplikat isi file itu dan mengunggahnya ke server kepolisian sebagai bukti.
BUG!
Benda tumpul itu telak menghantam kepalaku. Kesadaranku pun lenyap. Samar-samar aku mendengar suatu desisan dingin. “Kakak bodoh. Bukankah sudah kuperingati jangan suka ikut campur?”
***
Kembali ke masa kini
Bilah besi itu semakin dekat. Dinginnya besi pisau seakan menyetrum leherku, membuatku tak bisa menghindar dari guratan merah yang muncul dan menimbulkan sensasi perih.
“Perih kan, kak? Bagaimana rasanya tak berdaya?” tanya Shina dengan senyum mengerikan. Pisau yang masih basah darah itu dijilatnya, membuatku mual. Shina benar-benar sudah gila! batinku.
“S-Shina, apa kau sadar apa yang kau lakukan? Catrina dan Yoshi itu-“
“Diam! Aku tak mau mendengar bualan dari pengkhianat seperti kalian!” Dan satu tamparan keras mendarat di pipi kananku. “Pengkhianat?” tanyaku sembari memandang lurus wajah dingin Shina.
“Kau masih berani bertanya? Kalianlah yang berkhianat. Asal kau tahu saja kak- maksudku Detektif Hotaro, aku benci sekali denganmu. Gara-gara kau, hidupku selalu penuh perbandingan. Mirisnya, aku selalu kalah darimu dan aku harus hidup dalam ejekan. Perhatian orang tua, nilai, jabatan, kau ambil semua! Sekarang, Catrina pun mau kau rebut? Kau kira aku tak memergoki kalian berpelukan? Padahal kau tahu dia tunanganku!” sembur Hotaro sembari menamparku untuk kedua kalinya.
“Kau salah. Aku tidak pernah menaruh rasa pada Catrina dan aku tahu dia hanya cinta padamu. Kau sendiri tega menghabisi kekasih dan sahabatmu sendiri. Kau sadar apa yang kau lakukan, Shina? Kau sudah melewati batas sebagai manusia!” balasku setengah berteriak. Aku tak tahan lagi. Adikku ini harus dimurnikan sebelum kegelapan benar-benar menguasainya. Aku seperti tidak mengenali adikku lagi. Oh God, kemana perginya adikku yang manis?
“Aku tidak peduli! Apa kau tahu betapa menderitanya aku selama ini? Aku ini tidak pernah menang darimu, Kak. Aku lelah dibandingkan dengan dirimu. Dari kecil sampai sekarang, aku selalu dibandingkan dan direndahkan. Proyek humanoid ini satu-satunya harapaanku mempertahankan lisensiku atau hidupku akan benar-benar hancur, Kak. Kalau kau hilang, hidupku akan tenang. Nah, matilah!” seru Shina sembari menghunuskan pisaunya.
Aku memejamkan mata, menantikan seperti apa rasanya kematian. Tapi, aku tidak merasakan apa-apa. Mungkinkah kematian itu tidak sesakit yang mereka katakan? Tiba-tiba, pintu besi yang menjadi satu-satunya akses masuk roboh dan muncul puluhan tentara bersenjata. Belum sempat pisau itu menghunus jantungku, Shina sudah terkapar dengan dada berlubang. Reflek, aku membuka mata dan berteriak. “Shina!” Aku mendengar Shina merintih kesakitan sementara salah satu tentara bergegas memutus ikatan di tanganku.
Aku langsung menghampiri Shina. “Shina! Bertahanlah!” Aku mencoba merengkuh tubuh adikku namun ditepisnya kasar. Walau tahu ajalnya sudah dekat, perangainya sama sekali tidak berubah. Tetap berpegang teguh atas pendiriannya, walau lukanya perlahan menggerogoti nyawanya.
“S-sialan. Bagaimana tempat terpelosok seperti ini bisa ketahuan?” tanyanya kesal, jelas sekali suaranya menahan sakit walau emosi belum memudar dari wajahnya.
“Shina, kau lupa aku ini detektif polisi? Sejak awal aku menyelidiki kasusmu, aku sudah berjaga-jaga dengan menelan nano tracker. Ya, alat pelacak terbaru yang mampu mendeteksi lokasi pedalaman sekali pun., hasil penelitiant tempatmu bekerja. Aku sudah mengamankan bukti kejahatanmu. Jika dalam waktu kurang dari 24 jam aku tidak memberi laporan, mereka akan sadar ada yang salah dan segera mencariku. Kau ini terlalu jenius sampai tidak menyadari teknik polisi seperti ini. Kurasa kita ini memang butuh komunikasi antar kakak adik ya?”
“Huh. Lagi-lagi aku kalah. Kak, aku masih membencimu tapi berkat ocehanmu aku jadi sadar. Tindakanku ini sudah tak termaafkan. Kuharap dengan kematianku, aku bisa menebus sedikit dosaku.”
Setelah mengutarakan pengakuannya, Shina memejamkan matanya. “Tidak! Shina… kau harus hidup. Kau harus mengusut tindakanmu. Apalagi, kau satu-satunya keluargaku yang tersisa. Jangan pergi, Shina. Kumohon.” Aku memeluk tubuh dingin Shina sembari menangis keras. Rasanya setengah hidupku pergi.
***
DI depan pemakaman
“Shina. Maafkan aku karena tidak pernah menyadari penderitaanmu. Aku memang kakak yang bodoh. Catrina… Yoshi… Kuharap kalian sudah bahagia di alam sana. Jika bertemu adikku, kuharap jangan terlalu emosi ya. Aku tahu tindakan adikku tak termaaafkan, tapi izinkan aku menanggung dosa adikku. Biar bagaimana pun, dia menjadi seperti itu karena aku.”
Aku berlutut dan menyerahkan tiga buket bunga Lily putih di atas masing-masing nisan. Shina Yamaguchi, Catrina Odette, Yoshi Ishizaka.
“Selamat tinggal.”
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.