https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html
Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
"MERDEKA YANG TERBELI
Melihat kemarin malam
Jeritan tidak henti terulang
Nyawa sedikit demi sekidit hilang melayang
Lautan darah terjadi medan perang
Lempar tombak dibalas ledakan api
Sana sini pribumi dicaci maki
Sana sini lahan pribumi dieksploitasi
Tanpa iba, tertawa melihat jasad terbaring dibumi
Masih tidak cukup ribuan orang terbaring antara karawang bekasi?
Atau perlawanan Bandung Lautan Api.
Belum menyerah dengan gerilya tiap malam tanpa henti?
Nyatanya kemerdekaan harus dibeli
Pemuda taruhkan nyawa
Yang tua terkapar juga
Wanita mati dan menjadi pelayan nafsu belaka
Si kecil tidak mengerti arti kasih sayang
Kemanusiaan pada saat itu hanyalah cerita
Keadilapun hanya fiktif belaka
Tiga setengah abad lamanya menderita
Tapi tiada henti berjuang demi merdeka.
Allahu Akbar!
Serang, serang, serang...
Teriakan lantang tanpa sedikit rasa gemetar
Keyakinan tidak sedikit membuatnya goyah
Menatap lawan seakan tidak gentar
Menebus perjuangan demi kemerdekaan.
AKU TIDAK AKAN
Aku tidak akan mencintaimu seperti biru lazuardi
Karena akan termenung ketika hujan datang mengundang
Aku tidak akan mencintaimu seperti hujan
Karena rasa akan tertutup indahnya pelangi
Aku tidak akan mencintaimu seperti pelangi
Karena akan memudar ketika terpapar sinar mentari
Aku tidak akan mencintaimu seperti mentari
Karena akan terganti gelapnya malam
Namun aku tidak akan mencintaimu seperti malam
Karena butuh ribuan bintang agar terlihat indah
Dan aku tidak akan mencintaimu seperti bintang
Karena hujan membuatnya hilang
Tetapi aku akan mencintaimu seperti air dilautan
Walaupun banyak karang menghadang, tapi ombak menerjang
Dan ombak itu ialah kamu
PETANI
(PETANI)
Aku pernah membuang sebuah biji
Lalu tumbuhlah buah dari tangkai-tangkai
Aku pernah melempar jauh biji durian
Tidak disangka 3 tahun kemudian aku melihat pohon durian dari kejauhan
(PETANI)
Aku pernah menanam harapan pada manusia
Ujungnya memanen penyesalan dan air mata
Tapi aku pernah mengubur biji dalam-dalam
Tidak disangka aku mendapat sambutan bunga-bunga
(PETANI)
Lahan kosong 50 Ha ini nanti akan dibuat tempat rekreasi
Atau mall setidaknya kan bakal jadi wadah transaksi jual beli
Oh iya pohon-pohon disekitaran ini tebang ya, menghalangi proyek
Upss mereka lupa
Apel lebih enak dari beton.
(PETANI)
Ih kotor!
Tidak usah berpendidikan tinggi kalau ujungnya ke kebun.
Mau jadi apa lulusan pertanian nanti?
Tuhkan panas
Hitam kulitku nanti
Suttt, kamu rese kalau lagi lapar. Nih nasi!
(PETANI)
Bertani mengajarkan kita berbagi
Walaupun sayurnya bolong-bolong
Rusak digigitin ulat
Setidaknya ada ribuan serangga yang terhidupi
Ya!
(PETANI)
Presepsi bertani itu mudah ternyata salah
Kita harus memahami tanaman yang tidak bisa bicara
Tanah yang diam ketika terinjak
Serta menghadang hama yang tidak berhenti datang
Sudahlah cukup asumsi petani tidak bersekolah tinggi
Nyatanya teka-teki bertani amatlah rumit
KHALIMATUS SYA'DIAH
Dari ribuan kata terindah didunia
Yang menari nari menjadi bait
Dan saling bersautan menjadi puisi
Ingin sekali mengutarakan, seseorang yang indah
Bermata air
Dan berhati daun
Khalimatus Sya'diah
Dari ribuan kata tadi, tidak sanggup membalas semua
Hanya terwakili kata terimakasih.
Telah menjadi embun ketika amarah bergejolak
Menjadi akar ketika diri hendak roboh
Menjadi senja yang diwakilkan senyuman
Tetap menjadi seperti itu, dan jadilah daun seperti hatimu
Ikhlas ketika pohon gugurkan
Dan menjadi emas ketika jatuh kebumi
Tahukan daun?
Itulah filosofi hidupmu
Ketika jatuh pun masih tetap bisa menuai sejuta kebahagiaan
Daun bisa menjadi pupuk yang menumbuhkan
Dan menjadi pakan yang menghidupkan
Begitupun kamu, diah...
Semoga menumbuhkan senyum orang sekitarmu
Menghidupkan asa dan harapan sekelilingmu
Untukmu...
Aku hanya bisa berkata.
Tuhan, daun itu Khalimatus Sya'diah.
INDONESIA BERSAMA PEMUDA
Bangkit
Satu kata yang menyembunyikan ribuan perjuangan
Dari yang keringat bercucuran
Menahan perut karena lapar
Sekolah menjadi suatu tempat yang mahal
Hingga nyawa ditaruhkan untuk kemerdekaan
Sudah saatnya Negeri ini berbenah
Dari segala riuh kegaduhan yang membuat kepala naik darah
Rakyat yang melilit sakit
Harus didengar wakilnya dengan kepala dingin
Peran pemerintah tidaklah sempit
Digenggamannya ada asa membara pemuda
Yang tidak padam terkena hujan
Dan membesar terkena api
Keyakinan pemuda layaknya telaga yang dihiasai pelangi
Di dasarnya ada batu yang keras
Di atasnya terlihat langit yang luas
Masalah nasionalis itulah makanan pemuda
Yang tidak ingin melihat pertiwi menderita
Pemuda membawa perubahan
Keringat tadi menjadi hujan yang menumbuhkan tanaman
Kelaparanpun bisa diganjal padi yang menari dipagi hari
Alam menjadi tempat bernaung ilmu-ilmu
Dicetaknya kepala yang berawawasan agung
Darah kemarin menjadi katsuri
Yang membawa harus nama Indonesia
Pemuda dengan segala akalnya
Dilapis membara rasa keberanian
Bukan hal sulit untuk Indonesia Bangkit
Karena Indonesia bersama pemuda"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.