https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html
Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
"INSECURE
Aku yang mencoba menelan makna
Dari lidah sembarang yang merasa dirinya sempurna
Andai saja tuhan memberikan mulut pada perunggu
Niscaya akan menggrutu melihat warna perak yang gemerlap.
Andai saja tuhan memberikan mata pada perak
Niscaya akan iri melihat warna emas yang mengkilau
Andai saja tuhan memberikan rasa pada emas
Niscaya akan menangis akan indahnya bentuk mutiara
Dan andai saja tuhan berikan semua indra pada mutiara
Hanya tangis yang menganggap diri tidak berharga dibanding permata
Kita terlalu sibuk menilai
Padahal kertaspun mampu menggambar
Itulah seni yang Tuhan ciptakan dari raga dan rupa yang diberi nama manusia.
Sudah sepantasnya kita berpikir
Denganmu menilai rupa dan bentuk
Sejatinya meragukan karya agung Tuhan yang telah diciptakan.
Tuhan memantaskan mata disimpan dua, dengan alis yang sedikit tipis
Mulut jail semakin usil dikomentarnya tidak punya alis
Tuhan memberikan perawakan yang berisi
Dengan badan yang telah diatur sesuai proporsi
Dikatakannya wanita semampai lebih menarik hati
Tuhan berikan warna gelap dikulit
Dikatakanya mati lampu dalam penciptaannya
Tuhan berikan warna terang pada kulit
Dikatakanya orang yang takut sinar mentari
Kita hanya sibuk membuat orang lain senang
Kita hanya sibuk dengan nyinyiran pada diri ini
Kita hanya sibuk menjadikan hinaan santapan pagi
Tanpa sadar kita adalah ciptaan yang sebaik-baiknya Tuhan ciptakan
Sudahlah tidak lelah terus menerus berorientasi, cantik itu menurut pandanganmu
Cukuplah menjadi pembanding orang lain dengan segala kelebihanmu
Hentikanlah cuitan bodoh yang menyindir raga yang belum orang lain dambakan
Ekspetasi Tuhan mengisi syurga bukan dari raga dan rupanya
Tapi bagaimana kita menyikapi pemberiannya
SAJAK SEORANG PETANI
Petani
Barangkali kita mendengar kata itu dengan perut tergelitik
Membawa pemikiran apa yang bisa dilakukan seorang petani
Kadang kita menganggap petani bersekolah tinggi tidak belajar memaknai keefektifan hidup
Uang berhamburan terbuang hanya untuk mengabdi ke kebun
Terkadang mulut ringan berbicara,
""Sekolah di pertanian mau jadi apa? Kalau ujungnya ke kebun!""
Aku seorang petani menyaut celotehan itu.
"" Lantas kamu sekolah tinggi belajar buat apa? Adakah tatakrama dalam berbicara?
Seakan anda Tuhan yang mengabulkan angan pemuda yang mengadu nasib menjadi petani""
Pemikiran kita terlalu sempit memaknai pertanian.
Kita hanya tau menanam, siram dan panen. Sekedar itu
Coba kita pelajari lebih dalam memaknai filosofi tanaman.
Memang ia tumbuh dari sebuah biji, namun kokoh menjadi batang
Bercabang dilebati daun dan bergelantungan buah
Jauh dari itu kita bisa menikmatinya dengan beranekaragam bentuk dan rasa
Tapi apa itu sekedar tumbuh? Apakah ada perlakuan khusus?
Tentunya, itu seni hidup yang Tuhan ajarkan bagi kita seorang petani
Memaknai makhluk yang diam terkena hujan dan angin
Tidak lari terkena terik mentari
Dan menghasilkan apa yang menunjang hidup kita dibumi
Ya...
Udara
Sandang
Papan
Pangan
Itu semua dari mana?
Tanamankan!
Jauh dari itu kita bisa berlindung dari lebatnya dedaunan
Rokok yang kau bakar, dari tembakau yang rela dipapas kering
Baju yang kau pakai, dari serat tanaman yang rela dikuliti menjadi benang-benang
Bangunan yang kokoh, dari batang yang rela dimutilasi mesin bergeragih
Makanan yang kau santap, dari hasil produksi tanaman mengolah nutrisi dan unsur hara
Kita petani memberikan apa yang tanaman butuhkan
Ketika ia terganggu menjadi bulan-bulanan tikus dan pipit
Petani menghadangkan dengan tangan dan alat pelindung tanaman
Terkadang memberi obat yang membuat tikus mabuk
Dan pipit tidak mampu hanya sekedar terbang.
Ketika terserang mikroorganisme tak kasat mata
Tanaman yang diam melayupun tidak menjerit pelik
Daun hijau rela menguning, seketika yang lurus menjadi keriting kering seperti terbakar mentari
Apa yang dilakukan petani?
Meracik sari dari tanaman itu sendiri dicampur bahan industri
Menjadi boomerang virus penyakit tidak mampu sekedar berkembang.
Andai tidak ada hukum untuk mengadili
Akan kusumpal mulut itu dengan tai yang membuat tanaman menjadi asri.
Camkan!
CATATAN KECIL SOFIA
Ini aku ketika beranjak dewasa nanti
Memberikan kisah kecil yang dibesarkan tangis
Dimomong sedih
Dan aku anggap semua lelaki di dunia itu Ayah
Tambal ban menjadi lingkungan kecil menina bobokan pagi sampai terlihat senja
Dalam peluk oli
Dicium aroma bensin
Dan akupun tidak bisa bedakan aroma tubuh bapak dengan orang sekitarnya
Namun terasa kasih sayang disana
Oh iya,
Ibu lebih memilih kakakku yang beranjak dewasa
Sudah bisa masak sendiri
Tidak terpasang popok dan tercekoki susu kaleng ketika tangis
Tapi Ibu
Nanti aku menjelma menjadi gadis angun berambut panjang sedikit kriting
Akupun rela jari lentik jadi kasar untuk meraih tanganmu
Lantas aku Ingin merasa lembut rabaan yang membuat lupa lelah berlari tadi hingga tertidur
Madrasahku hilang sedari kecil
Taman bunga itu tidak berbunga dihiasi sepi
Dan aku bergelut dengan mur, gusi, sperpak, pelumas dan tangan keras diselimuti oli
Tapi aku sangat menyayangi malaikat tak bersayapku itu, Ibu
Walau peluknya terasa asing
Ayah
Itu Ayah?
Tanpa pikir aku berlari mengejar bayang bertubuh tinggi atletis
Langkah gontai dengan popok penuh tinja
Tangan kecil memegang berbie tanpa kepala
Aku merasa bahagia tiada kira
Namun
Itu hanya orang asing yang berajak pergi entah kemana
Oh Tuhan
Ingin rasanya disayangi dengan nyata
Bukan fiktif yang hanya membuat bahagia sementara
Untuk Ibu tulisan ini Aku buat dengan tangan tertatih-tahih
Bermain oli
Akupun rela menanti kasih sayangmu walaupun letih, Ibu
Ayah
Maaf putri kecilmu yang selalu membuat onar
Langka kecil ini membuat pikiranmu lengar
Aku hanya bermain dengan mur-mur kecil
Walau saja hampir aku menelannya
Tapi Ayah, Ibu
Cinta aku padamu pekat seperti baut dan mur
Memeluk dan kuat
UNTUK AKU DAN BISIKAN ORANG LAIN
Untuk aku yang memilih tegar
Dari bisikan aktif sang pemuja iri dengki
Mereka menuhankan emosional
Tanpa melihat proses yang menjadi pencapaian selama ini
Terdengar bisikan ""Loh kok dia bisa seperti itu""
Ya memang aku bisa
Bisa menjadi sesuatu yang belum tentu kalian bisa
Jika iri berwujud
Maka aku ibaratkan seperti api
Menggebu-gebu melahap ranting kering disekitarnya
Tapi aku tempatkan ketegaran hati ini seperti batu
Tidak mudah hancur walau dikeliling api menggebu gebu
Percuma saja kalian melontarkan suara
Menghina
Mencoba membuatku tidak berdaya
Itu hanya sia-sia
Dan membuang tenaga saja
Aku tidak akan merasakan lelah
Dengan proses menjelang sukses
Aku tidak akan kalah
Dengan api yang menyulut hati
Untukmu sang pemuja iri dengki
Aku hanya cukup tertawa melihat tingkah tak berkelas layaknya sampah
Sudahkah lelah?
Melihat aku yang tidak menyerah
SEPOTONG ROTI TAWAR
Sepotong roti tawar yang terbuang ditepi jalan
Jadi rebutan antara ayam dan anak jalanan
Siayam mematuk tanpa akal
Sedangkan sianak memakan nya untuk menahan lapar
Sungguh aneh tuan
Negara kita kaya akan alamnya
Lempar biji jadi mangga
Tebar benih, padi menari riang kegirangan
Tapi...
Perut masih teriak kelaparan.
Tuan
Jangan engkau buang makananmu tuan
Balikan badanmu, tengoklah aku tuan
Bolehkah aku minta sisa makananmu tadi?
Tuan, tuan dan tuan
Indonesia hanya untuk situan
Yang punya kuasa dengan tahta dan hartanya
Simiskin hanya bisa memberi suara
Tapi pilihannya membuat ia sengsara.
Orang miskin kenyang janji
Orang miskin mangut dengan basa basi
Orang miskin butuh makan
Bukan harapan yang tidak kunjung kepastian
Sepotong roti menjadi saksi
Bahwa negeri ini masih berkutat dengan si miskin
Masih teriak lapar dan sengsara
Kita tidak bisa bahagia melihat ini semuaa
Tuan, tuan dan kita semuanya
Jangan anggap kita kaya tapi tidak mengerti arti berbagi
Jangan anggap kita baik tapi belum mampu mengasihi
Jangan anggap kita bertahta tapi melihat mereka sengsara
Ingat simiskin juga manusia.
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.