https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html
Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:
Ikatan Tak Terhubung
Penulis: Delivio Fernanda
Pagi yang sangat panas di sebuah desa terpencil, dimana terdapat seorang anak berusia kisaran 5 tahun yang berlari menuju kesebuah gazebo tua tempat dia biasa bermain dengan teman sebayanya. Tidak seperti biasanya anak tersebut yang akan kita sebut dengan anak A berlari dengan rasa jengkel karena dia dimarahi oleh ibunya akibat selalu berbohong mengenai teman-temannya. Sesampainya di gazebo, terlihat anak B, anak C, anak D dan anak E sedang duduk bermain ular tangga, tanpa pikir panjang anak A langsung menuju gazebo untuk melihat mereka.
“Kalian bermain ular tangga? Darimana kalian dapat ular tangganya?” tanya anak A kepada anak yang lain.
“Dapat? Kami buat sendiri, di sekitar sini mana ada yang jual permainan ini, tapi kalo di desa sebelah kayaknya ada” jawab anak C yang sedang menunggu gilirannya.
“Mau ikut? Kalo mau kau bisa ambil batu kecil di tanah untuk pion, nanti giliranmu habis anak E ok” tambah anak D setelah menjalankan pionnya.
Tanpa menunggu lama anak A sudah mendapatkan pion dan mulai bersiap di posisinya untuk ikut bermain. Dengan itu permainan mulai bertambah seru karena anak A masuk ke permainan. Semakin banyak yang bermain makan akan semakin seru dan semakin lama jalannya permainan. Karena mereka yang terlalu asyik bermain tidak terasa matahari sudah mulai turun kea rah barat. Walau pada akhirnya tidak ada pemenang mereka tetap senang karena dapat berkumpul dan bermain bersama. Dengan itu akhirnya mereka kembali kerumah masing-masing karena hari sudah menjelang malam.
Malah hari, orang tua anak A sedang berdiskusi tentang kelakuan anaknya yang selalu berbohong. Setelah perbincangan yang cukup panjang akhirnya mereka sepakat untuk pindah ke tempat lain berharap perilaku anak mereka berubah. Pagi itu anak A nampak sedih menyendiri duduk di gazebo tua, alasan kesedihan itu tidak lain dan tidak bukan karena keputusan orang tuanya yang akan pergi dari desa pada akhir tahun.
“Hey... tumben cemberut, biasa pagi-pagi ceria” sapa anak B sembari menepuk pundak anak A.
“Iya, perasaaan kemaren ceria-ceria aja” tambah anak D yang datang diikuti anak C dan anak E dibelakangnya.
Walaupun anak A diam agak lama, anak A akhirnya memberitahukan kepada anak-anak lain perihal kepindahannya akhir tahun ini.
“Lah emang kenapa kalo kamu pindah, kan kamu nanti bisa kesini lagi” ucap anak B kepada anak A.
“Walaupun kamu pindah bukan berarti kamu gak kesini lagi kan, kamu lo bisa aja nanti main-main kesini” tambah anak E.
“Hmm… bagaimana jika kita bertemu lagi disini, ketika kau kembali kita akan bertemu lagi di tempat ini, yah kau taukan ini tempat kita bermain karena itu tidak peduli berapa lama waktu berlalu kita akan terus bermain disini” lanjut anak E.
“Yah itu benar” sahut anak-anak lain
Daripada melarang anak A untuk pindah, anak-anak itu justru mendukung keputusan orang tua anak A untuk pindah. Setelah mendengar tanggapan dari temannya, senyum kembali terukir pada wajah anak A. Seperti anak-anak pada umumnya mereka segera melupakan hal itu dan lanjut bermain seperti biasanya. Keseharian mereka terus berlanjut sampai hari dimana anak A akhirnya pindah. Setelah itu waktu terus berjalan baik itu di desa maupun di kota tempat anak A tinggal.
“Bu… kapan kita akan kembali ke desa?” tanya anak A sembari menekan tombol remot TV yang ia pegang.
“Hmm… rencana akhir tahun ini, nanti kita juga sekalian beli oleh-oleh untuk kakek dan nenek di desa” balas si ibu yang memandangi layar ponselnya.
“Akhir tahun ya… berarti desember ini, berarti tinggal 1 bulan lagi, hmm… tahun ini berarti 2017, sudah 14 tahun yah, kira-kira kabar mereka bagaimana yah” pikir anak A dalam hati setelah mendengar jawaban ibunya.
“Bentar bukannya akhir bulan ini, lah anjir bulan ini masih ada ujian bah sebelum mikir mau pulang gua harus belajar buat ujian dulu hadeh...” keluh anak A setelah tersadar akan realita yang harus ia hadapi.
Singkat cerita anak A berhasil menghadapi ujiannya dan akhirnya kembali pulang ke desa kelahirannya. Pagi itu dengan matahari yang bersinar terik anak A menunggu tepat di gazebo yang sudah berdebu walaupun disebut berdebu, gazebo tua itu juga tidak terawat kotor dimana-mana bahkan hampir setengah gazebo sudah hancur. Jika disebut kotor, gazebo itu lebih pantas disebut gazebo yang sudah ditinggalkan, seakan-akan sudah tidak digunakan lagi untuk waktu bertahun-tahun lamanya. Walaupun begitu anak A hanya diam menunggu anak-anak lain. Anak A bertanya-tanya kemana mereka, mengapa tidak ada yang datang, pertanyaan itu terus berputar-putar di kepala anak A. Tak kunjung datang, anak A teringat dengan jalan belakang gazebo. Ia mengigat dengan jelas jalan belakang yang selalu digunakan teman-temannya ketika datang dan pulang dari gazebo.
“Jalan ini, seingatku ini jalan yang biasa mereka gunakan” gumam anak A sambil berjalan ke arah jalan belakang.
Anak A terus berjalan, berjalan lurus mengikuti jalan itu tanpa melihat kebelakang. Setelah beberapa lama dia memasuki wilayah pemakaman di desa itu, walaupun anak A mulai memiliki pikiran negatif dia terus berjalan tanpa memperdulikan pikirannya. Pada akhirnya anak A tiba di ujung jalan, saat itu dia akhirnya mengetahui jawaban atas pertanyaan yang ada di kepalanya. Terdapat 4 buah pasak kayu yang tertanam secara berdampingan tepat dihadapan anak A. tanpa perlu membaca apa yang tertulis dipasak kayu, anak A mengetahui dengan jelas apa yang tertulis disana.
“Batu ini, ini pion anak B waktu itu” gumam anak A mengambil kerikil kecil dihadapannya.
“Bahkan tongkat itu, tongkat yang selalu anak E gunakan ketika menggambar di tanah, pensil itu bahkan jepit rambut itu, jadi kalian semua disini yah, yah ini reuni yang aneh” gumam anak A melihat benda-benda dihadapannya.
“Anak B 19-5-2003, Anak C 25-4-2003, Anak D 06-1-2003, Anak E 20-12-2002” tidak ada yang dilakukan anak A, dia hanya membaca apa yang ada didepan matanya. Itulah yang tertulis didepannya. Tidak tau harus berekspresi seperti apa anak A hanya menatap kosong ke arah pasak kayu itu. Sesaat kemudian, seperti orang yang bangun dari tidur karena ditampar dengan keras menggunakan sandal jepit, anak A tertawa sambil menutup kedua matanya dengan tangan kirinya, walaupun tawa terlihat jelas di muka anak A sedikit air mulai bergerak keluar dari matanya, akhirnya anak A mengetahui kenyataan dihadapannya.
“Hahahahaha, jadi begitu yah, itukah kebenarannya, kenapa gazebo seperti itu, kenpa hari itu ibu marah, kenapa kami pindah, semua itu karena ini, hahahahaha, hey kalian tau?, aku sudah bahkan sudah tidak tau mau ngomong apa tau, sudah kuduga kalian memang temanku yang paling gila, hahahahahahaha” dengan wajah lesu anak A hanya bisa berbicara dengan angin yang bertiup di tempat itu.
Setelah lama diam disana, anak A bangkit dan pergi meninggalkan tempat itu. Terlihat matanya sembab.
“Selamat tinggal semua, maaf aku tidak segera mengunjungi kalian, tapi mulai sekarang aku akan sering mengunjungi kalian, selamat tinggal” pamit anak A di tempat itu kemudian lansung berjalan pulang.
TAMAT
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.