https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html
Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
Bunga di Pemakaman
Oleh: Anggia Cahaya Jelita
Oh bunga di pemakaman
Hidup saat perang
Mati dalam damai
Oh bunga pemakaman
Semerah kelopak darah
Sehitam batang kematian
Oh bunga di pemakaman
Siapa yang menabur benihmu di sana?
Teganya… teganya…
Ingin rasanya kupetik dikau
Kusemai dalam rumah bebatuan
Dengan tanah emas berkilauan
Oh bunga pemakaman
Yang merekah di tengah tabuhan genderang perang
Dan melayu saat sorak sorai bergema
Kumbang lebah gagah kau tolak
Bahkan kupu gemulai pun tergeletak
Hanya kau tegak di sana
Menjaga makam tanpa nama
Ketika Kembang Api Berakhir
Oleh: Anggia Cahaya Jelita
Kutemukan kau di bawah langit musim gugur
Dalam pelukan angin dan siraman mentari
Tengah menahan pedih dan amarah
Kukenal kau dalam diam
Di antara gemerisik dedaunan
Dan aroma hutan yang menenangkan
Kuselami jiwamu dalam-dalam
Yang penuh sesal dan gelisah
Meringkuk sendiri dalam gulita
Kau yang membenci kegelapan
Menyesali kehidupan
Dan menangisi kematian
Mengapa kita tidak keluar?
Lihatlah langit hitam yang indah
Dengan bulan bintang dan kembang api yang menyala
Kembang api itu bukannya tak bermakna
Melainkan penuh harapan yang nyata
Perlambang kebahagiaan yang terasa
Meskipun pertunjukan telah berakhir
Bukan berarti kesedihan kembali hadir
Tapi yakinlah pada takdir
Karena aku akan menemanimu sampai akhir
Surat Untukmu
Oleh: Anggia Cahaya Jelita
Kutulis surat ini untukmu sayang
Dengan kertas dan pena yang kuharap kau beri
Di kedai kopi kuingin kita kunjungi
Bunga yang kau dan aku lihat hari itu
Indah bukan?
Kelopak putih dengan bintik kuning
Bengkok, namun tegar di tengah lalang
Kuminta kau dengan malu-malu
Kau petik tanpa ragu
“Hanya bunga,” pikirmu
“Ini harta,” batinku
Bacalah suratku sayang
Sisakan pasir waktumu untukku
Tak akan rugi, kubertaruh
Kau terkekeh dengan tangan di belakang
Aku tersenyum menyambut genggaman yang tak pernah datang
Kita berdansa dengan lincah di bawah purnama
Di atas lapisan kaca penuh darah
“Ini permainan,” ujarmu
“Ini nyata,” tanggapku
Resapilah goresan penaku sayang
Toh tak lebih tajam dari duri mawar di mulutmu
Racun yang selalu kau muntahkan penuh rayu
Kini kukembalikan dengan sembilu
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.