https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html
Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:
"Nama: Kumaidatun Nisfiyah
Berada di Antara Dua dan Tiga
Aku adalah mahasiswi yang kini tengah menjalani perkuliahan di musim pandemi. Betapa sangat membosankan bila hari-hariku hanyalah membuka media pembelajaran dan menunggu balasan chatt dari dosen yang sering beralasan, padahal tugas itu sangat penting banget mengenai thesisi hingga pada tahap akhir yaitu skripsi.
""Gimana? Thesismu diterima nggak?"" tanya Gilang di chatt whatsapp.
""Nggak! Aku sedih bro,” teriakku tanda kecewa.
""Hah? Lu yang kuat begitu bisa sedih?"" tanya Gilang semakin meledek.
""Lah, kenapa? Aku kan manusia. Bukan benda. Benda mah gabisa nangis!"" jelasku panjang lebar.
""Ya sudahlah, jangan sedih! Entar nggak cantik,"" ledeknya seakan mulai menggoda.
""Hais, Lu mah bisa aja!"" jawabku dengan memukul ringan ke tangannya.
""Mau makan mi ayam?"" tanyanya sambil merogoh dompet.
""Maulah!"" seruku melayang girang.
Akhirnya kami pun bergegas untuk pergi ke kantin.
""Kamu mau makan apa Fiy?"" tanya Gilang melihat makanan.
""Hiks, Lu udah tua ya? Katanya mau makan mie ayam? Jadi orang kok pikun amat!"" bentakku makin keras.
""Okei, kita duduk di sana aja ya!"" ajak Gilang menyeretku ke bangku kosong.
Sekian lamanya menunggu pesanan kami, akhirnya ....
""Hai sayang,"" panggilan seseorang menepuk pundakku.
""Hah? Sayang? Sejak kapan?"" tanyaku belum menatap paras wajahnya.
""Masa kamu nggak ingat aku? Aku kan Aqi teman satu SDmu dulu,"" jelas seorang itu dengan lembut.
""Ah iya! Baru ingat. Kamu Aqi yang pendek itu ya? Kok sekarang dah gedhe?"" tanyaku meledeknya.
""Namanya juga pertumbuhan ya macam ini,"" jelas Aqi melirik tajam Gilang.
""Ini siapa Fiy?"" tanya Aqi menatapku.
""Ouh, kenalin. Ini Gilang. Dia teman satu kelas kuliahku dan berjuang menyelesaikan thesis tepat pada waktunya,"" jelasku berlibet.
""Bukan, saya pacarnya! Saya makan ke sini bersama pacarku Fiyah,"" ucap Gilang spontan.
""Ah maaf deh, kedatanganku di sini mengganggu ya?"" tanya Aqi yang berubah wajahnya murung.
""Nggak kok. Santai saja,"" kataku menenangkannya.
Suasana yang begitu hening nan rancu. Dari yang awalnya ramai, kemudian langsung sepi bagaikan kuburan di malam hari.
""Gimana kabarmu Fiy?"" tanya Aqi memulai percakapan.
""Alhamdulillah ba ...,"" jelasku belum selesai.
""Aqiku sayang, kamu nggak papa?"" tanya cewek berbaju biru manis.
""Eh kamu siapa? Kok aku nggak kenal?"" tanya Gilang dengan melotot.
""Kebiasaan banget deh, lihat ciwi-ciwi cakep langsung matanya nggak kedip,"" bentakku meninggalkan tempat.
Entah apa yang ada di pikiranku, tapi aku sangat kesal banget. Karena jam perkuliahan telah usai. Aku bergegas untuk segera pulang menaiki bus yang sedang kutunggu.
""Fiy, tunggu!"" suara lelaki yang sedang mengejar.
""Hah?"" tanyaku menoleh ke belakang.
""Yang tadi itu maaf ya Fiy, itu bukan pacarku kok. Tapi pacarnya Gilang,"" jelas Aqi memberi klarifikasi.
""Are you kidding?"" tanyaku dengan bahasa inggris biar kelihatan jagonya.
""Maaf saya lelah dan harus banyak istirahat,"" jelasku segera menaiki bus.
""Hati-hati di jalan Fiy,"" salam pisah Aqi dengan teriak.
Di dalam bus yang bising itu, aku termenung dengan penjelasan Aqi yang semakin bikin pening di kepala.
""Apa sih maksudnya si Aqi? Aneh banget,"" gerutuku menatap sepanjang jalan.
Karena terlalu fokus pada topik utama, aku sampai tidak mendengar kalau aku dimintai kenek buat bayar mbak.
""Mbak, mbak cantik jangan melamun,"" sapa kenek meminta uang padaku.
""Ah iya Bapak. Ini,"" sodorku memberikan uang 10 ribu.
""Banyak amat mbak. Buat siapa?"" tanya Bapak itu keheranan.
""Ya buat Bapaklah!"" seruku memberi semangat kepada Bapak.
""Kamu lagi ada masalah ya? Sini cerita ke Bapak,"" ajak Bapak yang mulai duduk di sampingku.
Tanpa pikir panjang, aku pun langsung menceritakan kejadian yang membuatku jengkel. Walaupun cerita ini seharusnya nggak aku ceritakan ke orang lain. Tapi, apa boleh buatlah. Barangkali menemukan petunjuk.
""Owalah Bapak paham. Seharusnya kamu bisa menuruti apa kata hatimu,"" nasihat bapak kenek itu yang segera menarik uang buat lainnya.
""Menuruti kata hati?"" tanyaku dengan setanya-tanyanya.
Tak terasa, bus itu berhenti di depan rumahku. Dan tidak disangka ternyata di sana sudah ada Gilang.
""Fiy,"" sapa Gilang dengan memelas.
""Kamu bisa pergi nggak? Aku capek dan ngantuk. Mau istirahat!"" kataku dengan tegas.
""Maafkan aku ya Fiy, tadi itu beneran loh bukan pacarku. Tapi pacarnya Aqi. Kamu kan denger sendiri tadi si cewek itu manggil Aqi dengan sebutan sayang,"" jelas Gilang memekakkan telingaku.
""Bodoh amat! Aku nggak perduli,"" bentakku menutup pintu rumah.
Perasaan seperti apa ini yang bercampur jengkel, hingga berujung tangis? Aku menatap kaca dan melihat wajahku yang terpampang nyata di cermin.
""Apakah aku baik-baik saja bisa menyembunyikan luka ini?"" tanyaku menatap cermin.
""Lihatlah mata yang sayu itu, di kekurangan tidur. Juga kekurangan kasih sayang,"" jelasku di balik cermin.
Tring ... bunyi nada dari HPku bergetar keras.
""Selamat. Untuk thesis ini Bapak terima ya! Jangan lupa siaplan untuk membuat skripsi,"" chatt dari dosen pembimbingku yang membuaku bahagia.
Semenjak saat itu, aku pun fokus untuk mengejar skripsi dengan mengurung diri di kamar hingga banyak kertas yang berserakan.
""Pokoknya mah, ini skripsi harus jadi. Bisa membanggakan kedua orang tua,"" ucapku bersemangat menyala-nyala.
Satu bulan telah berlalu dengan cepat. Aku dengan giat yang mengejar skripsi dan meninggalkan perasaan luka terdahulu, membuatku menemukan apa itu kebahagiaan yang sesungguhnya.
""Fiyah,"" sapa Aqi menepuk pundakku.
""Eh Aqi,"" ucapku dengan terkejut sampai kertas yang aku bawa berserakan.
""Sini, biar aku bantu pungut,"" ucap Aqi langsung membungkukkan badan.
""Nggak perlu kau sebaik ini. Di tidak mencintaimu,"" jelas Gilang di pinggir Aqi.
""Apa sih, main ikut campur. Sana pergi!"" bentak Gilang dengan amarah.
Karena aku masih kesal dengan sikap mereka yang kekanak-kanakan. Akhirnya kertas itu aku pungut sendiri dan melarikan diri dari mereka yang sering beradu kening.
""Pokoknya cepat-cepat aku harus keluar dari sini!"" ucapku berlari terbirit-birit seperti dikejar hantu.
Karena kecerobohanku yang terlalu buru-buru, aku menabrak laki-laki yang ramah.
""Ah, maafkan saya kakak. Saya salah banyak,"" kataku membungkukkan badan.
""Fiyah, kaukah itu?"" tanya seseorang dengan ciri khas yang kukenal.
""Apakah kau Arif?"" tanyaku sedikit demi sedikit melihatnya.
""Ah. Lama nggak bertemu dedek. Gimana kabarmu?"" tanya Arif dengan muka ramah.
""Aku baik-baik saja kakak. Tolongin aku dari kejaran buayan,"" kataku ngos-ngosan.
Tak berapa lama setelah aku dan Arif berbincang, tibalah mereka berdua dengan kondisi yang sama yaitu ngos-ngosan.
""Fiy,"" sapa Gilang dengan spontan.
""Yah,"" sapa Aqi dengan menghela napas.
""Mohon maaf ya semuanya. Mulai sekarang kau nggak perlu mengejar Fiyah. Karena Fiyah sekarang bersamaku,"" terka Arif memeluk pundakku.
""Ah iya. Aku minta maaf ya. Kami masih ada jadwal bersama. Papai,"" ucapku dengan sedikit elegan.
Aku dan Arif pun berjalan menuju perpustakan, meninggalkan mereka yang menghela napas dari kondisi ngos-ngosannya.
Jepara, 15 November 2021"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.