https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html
Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:
ARTA PEMBAWA MALAPETAKA
Karya: Ahmad Muzakki
Hidupku berubah drastis semenjak aku menginjakkan kakiku ke ibukota. Aku, teman-temanku, bahkan orang-orang yang berada di luar sana, mungkin sangat kecewa dengan diriku yang sekarang, yang sudah tak seperti dahulu lagi. Bahkan, aku dan mereka mungkin berharap bahwa lebih baik aku tak usah ke ibukota jika pada akhirnya, hidupku akan berubah 180° dari sebelumnya.
Perkenalkan namaku Juleha, orang-orang biasanya memanggilku dengan sebutan Leha. Aku adalah seorang gadis belia yang sehari-harinya bekerja sebagai pembantu. Aku berasal dari perkampungan yang sangat terpencil dari kota yang berada di daerahku di salah satu wilayah di Jawa Barat. Kedua orang tuaku sudah tua renta, sehingga mereka tidak bisa pergi jauh kemana-kemana untuk mengajakku pergi ke luar kota, ataupun ke tempat-tempat yang aku inginkan, bisa dibilang kedua orang tuaku ini tidak seperti orang tua diluar sana pada umumnya. Semenjak kecil teman-temanku, tetangga-tetanggaku, bahkan saudara-saudaraku sering menghinaku, karena hidupku yang selalu berkekurangan ekonomi. Rumahku tak seperti rumah-rumah mereka yang di dalamnya serba ada barang-barang mewah, antik, yang mempunyai nilai jual mahal. Kehidupan ekonomiku pun juga tak seperti mereka yang serba berkecukupan dalam membeli semua apapun yang mereka mau.
Hingga suatu hari aku memutuskan untuk pergi ke ibukota. Banyak orang yang bilang kepadaku bahwa ibukota adalah tempat dimana semua manusia berkumpul untuk mencari sesuatu yang ia inginkan. Mereka juga berkata bahwa ibukota adalah tempat segala-galanya, karena di sana banyak fasilitas yang memadai, serta banyak lowongan pekerjaan yang bertebaran dimana-mana, sehingga hal tersebut menggetarkan hatiku untuk mencoba pergi kesana. Aku pun berharap suatu saat nanti aku dapat membahagiakan kedua orang tuaku dengan hasil jerih payah keringatku yang kudapatkan di sana. Selain dari membahagiakan orang tuaku, aku pun berniat semoga keputusan ini merupakan suatu balas dendam terbaik untuk mereka yang sudah menghinaku dahulu.
Akupun berangkat sekitar pukul 07.00 WIB dari rumahku. Tak lupa aku pamit kepada kedua orang tuaku yang sudah tua renta.
“Pah, Mah, abi mangkat heula nya.”
“Muhun, kade di jalanna nya, Nak.”
Mereka meneteskan air mata setelah mengetahui bahwa aku ingin pergi ke ibukota. Aku pun tak kuasa menahan air mata, karena meninggalkan mereka yang sudah tua renta. Hingga pada akhirnya, aku berpura-pura senyum untuk menutupi kesedihan yang aku rasakan. Setelah itu aku naik bus yang berhenti di dekat rumahku. Belum beberapa lama meninggalkan rumahku, aku sudah rindu orang tuaku, mengingat bahwa kedua orang tuaku sudah tua renta, mereka juga sudah tak bisa berjalan normal seperti orang tua tetanggaku yang lain. Sambil mengingat mereka, aku pun terlara-lara dalam perjalanan menuju ibukota.
Seketika aku teringat masa kecilku, ketika pada waktu itu mereka mengajariku cara berjalan hingga lututku terluka dan kakiku berdarah; mereka menyuapkan makanan ke mulutku sambil aku bermain boneka barbie dengan gelak tawa yang selalu kuhadirkan untuk mereka; mereka selalu mengajarkanku agama dengan baik dan benar, agar kelak nanti aku bisa lebih daripada mereka, agar kehidupanku dan anak-anakku nanti dapat lebih berwarna dan bahagia dari kehidupan orangtuaku dan aku saat ini. Aku sangat rindu dengan masa itu. Masa dimana aku belum mengenal kerasnya dunia, masa dimana kehidupanku di waktu itu jauh lebih indah daripada kehidupanku yang sekarang ini. Tak sadar seketika itu air mataku tiba-tiba membasahi pipiku yang kusam (karena tidak ada uang untuk biaya perawatan pipiku ini). Aku pun segera menghapus air mataku, agar aku dapat tertidur pulas, supaya aku dapat melupakan saat-saat indah itu.
“Terminal …minal ...minal ….” salah seorang pria berteriak.
Aku pun terjaga dari tidurku karena teriakan dari salah satu pria yang ada di dalam bus tersebut. Aku pun melihat pada arlojiku yang sudah tua, mengingat bahwa itu adalah arloji ibuku yang sudah lama tak dipakai olehnya. Aku pun meniup debu yang menyelimuti arlojiku tersebut. Setelah kutiup arloji tersebut, aku pun melihat bahwa jam sudah menunjukkan pukul 14.47 WIB. Tak terasa sudah hampir 8 jam lebih, aku memakan waktu selama di perjalanan. Orang tuaku juga memberi hp tua kepadaku, jika nanti seandainya aku ingin mengabari mereka, aku cukup menggunakan hp tersebut, walaupun banyak tombol yang sudah tak berfungsi.
“Ah…sudahlah tak apa, yang penting masih bisa berfungsi.” Gumamku.
Ketika aku mengambil hpku, seketika itu aku teringat oleh sahabatku yang bernama Euis, kebetulan dia juga bertempat tinggal di daerah ibukota ini. Aku pun berpikir bahwa dahulu aku pernah menyimpan kontaknya dia. Langsung saja aku cari kontaknya dia, agar aku dapat menghubunginya. Aku berharap semoga dia langsung mengangkat panggilan dariku, mengingat bahwa dia adalah sahabat terbaikku dulu yang tak pernah sama sekali menghinaku.
Seketika aku ingat ketika waktu kecil dahulu, kami sering main masak-masakan bareng; kami selalu pergi mengaji tepat waktu sesudah maghrib, kami selalu membantu orang tua kami berdagang di pasar, waktu itu kami masih belum mengenal uang, sehingga yang bisa kami bantu adalah membawakan dagangan kami sedikit demi sedikit ke pasar sambil bernyanyi-nyanyi ria dalam perjalanan hingga sampai menujur pasar tersebut, kami pun menganggap bahwa hal itu merupakan suatu kebahagiaan terbesar kami di waktu kecil dahulu. Waktu itu dia masih tinggal di daerah dekat rumahku, belum merantau ke ibu kota seperti sekarang ini.
“Hallo …Hallo …” seketika dia mengangkat teleponku.
Aku pun menjawabnya dengan rasa gembira. Karena nomor sahabatku ternyata dapat dihubungi. Aku takut dia telah mengganti nomornya dengan menggunakan nomor yang lain. Lalu, kami bertukar kabar; menanyakan tentang rutinitas sehari-hari yang biasa kami lakukan; sampai bertanya tentang keadaan keluarga; daerah tempat kami tinggal sekarang; cerita kami di masa kecil; semuanya pun kami bahas satu per satu; sampai saatnya aku menutup pembicaraan dengan berkata kepadanya bahwa aku ingin bersua dengannya. Aku memberitahu lokasi dimana aku berada dan dia pun langsung menutup pembicaraannya dengan berkata bahwa dia segera bergegas menuju ke lokasi dimana aku berada.
Tak lama setelah itu, akhirnya kami bertemu. Pertemuan kami bagiku seperti sebuah mimpi yang mustahil dapat dirasakan di dunia nyata. Untuk membuktikan apakah ini nyata atau tidak, aku pun menampar keras kedua pipiku, dan ternyata ini adalah nyata, bukan hanya sekedar mimpi semata. Setelah bertemu, kami pun bertukar kabar, bertukar informasi dan cerita tentang kehidupan kami saat ini, serta kami bercerita tentang masa lalu kami yang penuh dengan canda tawa.
Seketika itu, tiba-tiba dia langsung menanyakan tentang pekerjaanku selama aku masih tinggal di rumahku. Aku pun hanya bisa menjawab dengan termenung kalau aku hanya sebatas pembantu biasa, yang hanya dibayar tak seberapa, bahkan terkadang aku rela tak makan hanya demi melihat orang tuaku menikmati semangkuk nasi dengan lauk yang seadanya. Ketika mengingat hal itu, aku pun tak sengaja meneteskan air mata untuk kedua kalinya. Lalu dia berusaha untuk menenangkanku, mengajakku mencari uang, dan kebahagiaan di ibu kota, dengan alasan untuk melupakan kesedihanku tersebut.
Setelah itu, dia berkata kepadaku dengan logatnya yang selama ia pelajari selama di ibukota.
“Udah deh, lo ngga usah sedih lagi ye, gue punya kerjaan bagus nih buat lo.”
“Hah? Pekerjaan? Emang kamu kerja apa disini?”
“Udeh pokoknya lo ngga usah banyak bacot, pokoknya lo ikut gue aje, dijamin lo bakal puas, terus yang paling penting nih ye, gue kasih tau ke lo kalo duitnya itu alig banget, gede banget cuy dapetnya, gue jamin deh lo kaga bakalan nyesel kerja sama gue.”
Aku pun terdiam ketika sahabat terbaikku ternyata telah berkata seperti itu kepadaku. Aku juga tak menyangka bahwa dia sudah berubah drastis 180°, baik dari tutur katanya, bahasanya, maupun dari penampilannya. Dia tidak seperti sahabatku dulu, aku pun bertanya-tanya dalam hati, entah apa yang telah merasukinya, sehingga dia telah berubah seperti itu.
Dengan sangat menahan kecewa karena perkataannya, aku pun mengiyakan permintaannya tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Ini pun aku lakukan karena semata-mata hanya demi uang, hanya untuk menumbuhkan perekonomian kedua orang tuaku, agar dapat membuat bahagia kedua orang tuaku, supaya aku bisa mewujudkan apa yang orang tuaku telah amanatkan kepadaku yaitu bahwa kehidupanku harus lebih baik dari pada kehidupan mereka.
Aku pun diajak ke kosannya untuk beristirahat sejenak, sambil bersih-bersih diri, karena nanti malem dia ingin mengajakku ke salah satu tempat hiburan malam yang terdekat dari kosannya. Di kosannya banyak terdapat makanan dan minuman, aku pun disuruh menikmati apa saja yang aku mau selama dikosannya. Kami melanjutkan cerita kami yang sempat terpotong tadi karena pembahasan pekerjaan kami. Karena keasyikan bercerita panjang lebar, tak sadar bahwa aku ketiduran. Ketika aku bangun, jam menunjukkan tepat pukul 22.00 WIB. Setelah itu, sahabatku langsung menyuruhku mandi; sehabis mandi dia langsung meminjamkan pakaiannya kepadaku, dan setelah itu dia mendandaniku dengan sejumlah make-up ternama, agar katanya aku mempunyai daya tarik di hadapan seorang lelaki nanti.
Setibanya di tempat hiburan tersebut, seketika dia langsung mengajakku untuk mencoba sebuah minuman yang menurutku rasanya itu sangat aneh sekali di lidah. Dia memaksaku untuk meminum minuman tersebut beberapa kali hingga akhirnya aku mulai merasakan mual dan aku mulai pusing karena terlalu banyak mengonsumsi minuman tersebut. Perlahan aku mulai sedikit tak sadar, ketika aku merasa mulai tak sadar tiba-tiba ada seseorang lelaki bertubuh kekar membawaku ke sebuah kamar yang tak jauh dari tempat aku minum bersama sahabatku.
“Krekkk ….” suara pintu yang tiba-tiba dikunci dari dalam oleh lelaki tersebut.
Ketika aku tersadar, aku melihat diriku bahwa pakaianku sudah tanggal. Aku melihat diriku pada sebuah kaca di kamar tersebut bahwa rambutku sudah acak-acakan. Aku tak tahu apa yang telah diperbuat oleh lelaki bejat itu kepadaku. Lelaki itu pun tanpa sepatah dua patah kata pergi meninggalkanku, sambil memberikanku segepok uang kepadaku yang aku sendiri tak tahu menahu jumlah nominalnya tersebut berapa. Aku baru sadar ternyata aku dijual oleh sahabat terbaikku sendiri ke para pria hidung belang yang berada di tempat tersebut. Aku menangis seorang diri di kamar tersebut, sambil meratapi atas kejadian yang baru saja telah aku perbuat dengan lelaki hidung belang tersebut. Aku sangat kecewa dengan orang yang aku anggap sebagai sahabat terbaikku, mengapa dia tega melakukan hal ini semua kepadaku yang sama sekali aku belum pernah merasakannya sewaktu aku masih di kampungku dahulu. Aku sangat menyesal telah mengenal ibukota, kalaupun waktu bisa diulang kembali aku tak akan mau menginjakkan kakiku ke ibukota. Aku gagal membahagiakan kedua orang tuaku dengan segala impian yang telah aku rencanakan sebelumnya. Aku pun tak tahu bagaimana aku harus menjalani kehidupan kedepannya. Apakah aku ingin bunuh diri saja, atau aku hidup seperti orang gila yang luntang-lantung di jalan sana. Aku hanya bisa bisa berharap semoga Tuhan dan orang tuaku memaafkan atas kesalahan yang aku lakukan selama ini. Semoga saja orangtuaku tidak tahu apa yang telah aku perbuat selama disini, karena kalaupun mereka tahu mungkin mereka akan meneteskan air mata atas rasa kecewa. Aku hanya bisa berdoa jika suatu saat aku tidak akan pernah kembali lagi ke kampung halamanku, semoga orang tuaku mengira bahwa anaknya telah bahagia di ibukota, walaupun sebenarnya aku tahu bahwa aku telah membuatnya kecewa.
(2021)
Nama Lengkap : Ahmad Muzakki, S.Hum.
ID Instagram : ahmd_mzkki_
Nomor Whatsapp : 082143650984
Email : ahmdmzzki98@gmail.com
Alamat : Jalan Rawa Indah IV No. 10 Blok E, RT 07/RW 03, Marga Mulya, Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat
Kode Pos : 17121.
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.