Cover buku |
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
Tuhan, menyusuri pandemi ini, Aku
Karya: Nadya Mazayu Nur Sabrina
Tuhan, menyusuri pandemi ini,
Aku seperti masuk dalam hutan luas yang pohonnya rimbun tanpa bersumbu,
Leba tberpangkat. Begitu gelap. Jalan terjal berbentuk segitiga
Menikung, berlumpur, dan suhu bercelcius
Kakiku berdarah, menjadi jejak menghitam. Tiba-tiba pandemi itu
Menjelma makhluk asing dengan titik busur sangat menakutkan
Mulutnya berbentuk lingkaran
Tuhan, menyusuri pandemi ini,
Aku berada di sumbu angin yang begitu hebat dan dahsyat
Tubuhku terpelanting, menukik, seperti layangan segiempat yang talinya putus
Semakin jauh, pusat rotasinya semakin tidak terkandali
Mataku gelap, tubuhku ringkik dan menggigil di sudut sunyi
Tiba-tiba, pandemi itu telah bergrafik
Mengubah wajahku persenti penuh benjolan, bopeng, menakutkan
“Adakah yang lebih hebat dariku,” ujar pandemic dengan grafik suara melengking
Tuhan, menyusuri pandemi ini,
Aku kehilangan arah. Titik koordinat kompas yang
selama ini menjadi penanda telah menghilang.
Inilah yang membuat tubuhku semakin sakit. Tiap sisi masker pun tidak cukup,
napasku semakin sesak, titik ujung tenggorokanku penuh dengan
keranggang merah. Pohon faktornya menyesakan mencekik
Tuhan, menyusuri pandemi ini,
Jadikan aku menjadi irisan kasihMu
Yang selalu sujud di atas luas dan panjang sajadah.
Pandemi itu adalah makhlukMu yang sama denganku.
Jadikan ini sebagai sumber kekuatanku untuk menjadikanMu sebagai garis kiblatku.
Yang bias berikan jalan terang sejajar
Dan hembuskan kesejukan di jejak religiusku, yaRob
Tuhan, menyusuri pandemi ini,
Aku ingin terus menyusuri sudut siku-siku selatMu
Sebagai penuntun dan penguat volume iman
Pangkatkan dan kuadrat dengan angka terbesar kasihMu
“Dalam ¾ malam sujudku ini, izinkan aku terus memvertikalkan nama agungMu.
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.