Selamat menikmati puisi di bawah ini:
A
Karya : Nayla Putri Pringgodhanie
Tenang, datar, dan dingin
Seolah disihir laksana lautan yang membeku
Kau berhasil membekukan insan liar
Kau berhasil membekukan harapan
Kau berhasil membekukan janji
Kau juga berhasil melenyapkan memori
Tuhan melarang datangnya lara untukmu
Tuhan melarang hadirnya luka untukmu
Tuhan tak rela mendatangkan kepedihan yang mendalam untukmu
Kau terlalu lemah untuk mendapatkan semua kepedihan itu
Tak ingin melihat dirimu larut terlalu lama, Tuhan menghadiahkan kehangatan untukmu
Tuhan mengirimkan pancaran sinar terbaik bumi untukmu
Sinar dan cahaya yang menjadi kekuatan besarmu
Sinar dan cahaya yang menjadi saksi peleburanmu
Sinar dan cahaya yang mulai detik itu memberi kehangatan untuk hidupmu
Mentari hadir membelah gumpalan yang dingin membeku
Mentari hadir mengubah segalanya darimu
Mentari hadir menghidupkan sesuatu yang baru
Mentari hadir memberimu kehangatan
Meninggalkan kebekuan sendu
Mentari mengajarkanmu bagaimana caranya tersenyum
Mentari mengiringi indahnya ombakmu
Mentari membimbingmu tertawa
Mentari memberimu indahnya harapan
Dia mengenalkan sesuatu yang asing padamu
Kau mulai tertarik untuk memandangi langit dari bawah
Setiap cahayanya memancar, senyummu hadir
Setiap hangatnya menembus, kau merasa dirimu aman berada di dekatnya
Dia membuat dirimu berubah
Harapan yang hampir pupus itu kembali bangkit karenanya
Perbedaan itu sungguh terasa nyata
Namun, Tuhan mulai mengirimkan satu per satu lara
Menguji dirimu kembali semula
Kumpulan awan membentuk hati kemudian hadir
Menutupi sebagian wajah Sang Mentari
Hingga akhirnya kau tak terima
Kau meluapkan segala emosimu ke permukaan
Mengeluarkan semua isi lautan dan menghadirkan ombak besar
Perahu-perahu kecil di tengah lautan mulai melenggak-lenggok
Berada di antara dua pilihan
Runyam
Ketika Sang Mentari hilang, kau membuat badai datang
Badai yang tak kunjung mereda
Meronta-ronta bak seekor ikan di dalam jaring
Angin berembus semakin kencang
Kumpulan awan pembentuk hati itu lantas membesar
Seolah menyembunyikan Sang Mentari dari balik bayangan
Ujian penuh luka turun untuk dirimu yang lemah
Tahukah kau bahwa Sang Mentari hilang karena ulahmu sendiri?
Kau kembali berulah
Tuhan membiarkanmu kembali
Mengamankan Sang Mentari dari bahaya badaimu
Namun Sang Mentari memberontak keluar
Menyelusup ke dalam gelap
Lalu dirinya berteriak menghentikan terjangan badai
Sunyi sesaat …
Pancaran Sang Mentari kembali hadir
Tanpa izin, Sang Mentari merengkuh tubuhmu
Tubuh yang terlalu lama dingin membeku
Tubuh yang ringkih
Tubuh yang tak pernah tersentuh oleh siapapun
Mentari merengkuh tubuhmu dengan kehangatan yang luar biasa
Hatimu bergetar saat rasa hangat itu menjalar
Menjalar ke tubuh hingga hatimu yang beku
Pilu …
Semakin dalam perasaan itu hadir untuk Sang Mentari
Semakin dalam pula rasa sakit yang kau rasakan kala itu
Kala tubuhmu beku, matamu sayu, napasmu memberat
Apa lagi ini?!
Ujian tak kunjung berhenti datang menghampiri
Namun Sang Mentari tetap di sisi
Menjadi sayap pengayun hidupmu
Anggun senyumnya membuat terik hatimu hadir
Mengancam sakit untuk segera pergi menggerogotimu
Dia bagaikan separuh napas bagi hidupmu
Sebagian jiwa untukmu
Namun, pada saat itu …
Ketika salju turun, mentari mendatangimu
Dia mengintip melalui celah untuk sekedar memberi senyum padamu
Dia berhasil membuat benih perasaan itu muncul semakin besar
Kau tak sanggup memintanya pergi
Kau tak sanggup hidup tanpanya
Kau tak sanggup tersenyum tanpanya
Kau tak sanggup menikmati lara jika bukan karenanya
Sungguh kala itu
Masa tersulit, terindah, dan termanis yang pernah kau hirup
Kala sedu, sedih, sedan, terluka
Justru ia datang membawa pergi semuanya
Jika bukan karenanya, kau tidak akan pernah menghirup semua keindahan ini
Jika bukan karenanya, tubuh ringkihmu pasti sudah rapuh
Jika bukan karenanya, lukis tentang hidupmu tak akan pernah ada warna
Jika bukan karenanya, tidak akan ada laut yang kembali tenang seperti dulu kala"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.